Menyelaraskan Mimpi
Bismillahirrahmanirrahim
Halo blog, long time no see
Maaf aku jadi semakin jarang menulis di sini.
Hari ini aku ingin bercerita sesuatu yang cukup krusial dalam kehidupan pernikahan, yaitu tentang menyelaraskan mimpi.
Jadi gini, setelah hampir dua tahun menikah, aku belajar banyak dari pengalaman diri sendiri dan orang lain tentang betapa pentingnya menyelaraskan mimpi.
Menikah itu artinya menjadi satu tim. Menjadi satu kesatuan. Maka sungguh aneh jika mimpi dan tujuannya berbeda.
Idealnya sih memang terkait mimpi dan tujuan pernikahan itu didiskusikan di depan, sebelum terucap akad nikah. Mengapa? Pasti setiap kita ingin menikah dengan orang yang mau menikahi mimpi-mimpi kita bukan?
Nah kalau udah terlanjur nikah dan dulu ga tahu tentang ini gimana? Ya ayo selaraskan mimpi dari sekarang, ngga ada kata terlambat kok.
Memandang langit yang sama |
---
Dulu aku punya mimpi kuliah di luar negeri. Aku ingin mengepakkan sayap ke mancanegara dan menyusuri setiap sudut belahan dunia.
Mimpi ini pun aku utarakan kepada suami sambil berharap dia punya keinginan yang sama.
Di mataku saat itu, tinggal di luar negeri itu keren. Terlebih akan punya koneksi dengan para muslim dari berbagai dunia.
Namun apa yang terjadi? Suami tidak mengiyakan mimpiku dan hanya berkata, "Mau ngapain ke luar negeri?"
Dalam hati ingin aku menjawab, "Ya, biar keren gitu lho, pernah hidup di luar negeri. Kan itu pengalaman berharga. Ga ada di Indonesia."
Namun ternyata argumen ini tidak cukup kuat untuk membuat suamiku berkata "Iya". Baginya, kalau mau sekolah atau kuliah lagi, tujuannya harus jelas. Rencana kedepan apa dan ilmunya nanti dipakai untuk apa. Jangan-jangan nanti berakhir seperti berbagai disiplin ilmu yang sudah di pelajari di sekolah dulu: tidak dipakai dan malah lupa.
Ya, aku tidak bisa mengelak bahwa memang ilmu di sekolah banyak yang tidak terpakai. Bahkan kalau boleh jujur, aku harus mengakui bahwa selama ini sekolah dan kuliah banyak mengajarkan teori yang pada akhirnya menguap karena tidak tahu harus melakukan apa dengan teori-teori tersebut.
Aku tidak mengatakan belajar ilmu dunia itu buruk. Tidak sama sekali.
Hanya saja sampai saat ini banyak di antara kita yang belum bisa memetakan apa potensi dan passion kita sampai kita tidak tahu ilmu yang sudah kita pelajari ini bagaimana pertanggungjawabannya.
Baiklah kembali pada mimpi ke luar negeri itu lagi.
Pada akhirnya aku bisa menerima argumen suamiku dan tidak lagi ingin kuliah di luar negeri karena alasanku pun juga belum jelas. Terlebih setelah membaca kitab Tsalasatul Ushul, ada banyak mudharat yang terjadi jika memaksa pergi ke negara yang mayoritas penduduknya kafir.
---
Dua tahun berjalan aku memahami jalan pikiran suamiku. Yang ia inginkan adalah kami melakukan segala sesuatu itu harus dengan pemaknaan, agar bisa dipertanggungjawabkan.
Bukan asal keren, bukan asal terlihat hebat, bukan asal mengisi waktu, bukan asal terlihat produktif.
Namun harus ada pemaknaan di dalamnya. Ada kebermanfaatan yang bisa diwariskan hingga kami tutup usia.
---
Aku sekarang paham ternyata nurut sama suami itu bukan perkara mudah. Istri yang juga manusia tentu punya keinginan ini itu yang kadang tak sama dengan apa yang diinginkan suami.
Kalau keinginan suami itu tidak bertabrakan dengan syari'at maka baiknya diikuti saja. Toh pemimpinnya adalah dia, kita tinggal menjadi pendampingnya untuk mewujudkan cita-citanya.
Bukan berarti kemudian istri harus mengubur mimpinya dalam-dalam. Mimpi istri masih bisa berubah mengukuti jalan hidup yang dipilih suami.
Menyelaraskan mimpi itu penting dan harus dikomunikasikan dengan baik agar tak melukai satu sama lain.
---
Selamat bermimpi para istri shalihah 💐💐
Jadilah bermakna dengan fitrahmu yang utama, Insyaa Allah surga balasannya
---
Ditulis di Rungkut, Surabaya
30 Rabi'ul Awwal 1443H
Comments
Post a Comment