02. Pendidikan Karakter Nabawiyah 0-7 Tahun

Bismillahirrahmanirrahim

Masih dalam bahasan Parenting Nabawiyah bersama Ustadz Abdul Khaliq hafidzahullah

Beliau salah satu ustadz Ahlussunnah wal Jama'ah di Semarang. 

Beliau adalah seorang praktisi pendidikan yang saat ini mengampu di Sekolah Karakter Imam Syafi'i (SKIS) Semarang. Saat ini beliau menjadi pengisi kajian parenting di Radio Mutiara Qur'an.

Hal yang membuat kami yakin untuk belajar kepada beliau adalah selain karena pemahaman beliau Insyaa Allah sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jama'ah, beliau juga sudah berkecimpung lama dalam dunia parenting. Anak-anak beliau sudah besar dan beliau mempraktekkan apa yang beliau sampaikan. Walk the talk.

Setelah sebelumnya di serial #1 kita membahas tentang siapa penanggung jawab pendidikan anak dan  fase pendidikan anak yang bisa kita simak di sini, kali ini kita akan membahas rincian fase yang pertama, yaitu fase tufulah.

---   

Kita review kembali bahwa dalam pendidikan karakter Nabawiyah fase itu terbagi menjadi:
  • 0-7 th: Tufulah
  • 7-10 th: Tamyiz
  • 10-14 th: Murahaqah 
  • >14th: Syabab (pemuda)

Apa yang dilakukan Rasulullah dalam usia tufulah?

  • Dimulai sejak anak di sulbi orang tuanya, yaitu ketika suami berkumpul dengan istrinya. Sebagaimana doa yang diajarkan Nabi shallallahu'alaihi wa sallam ketika berjima'. 
  • Mendoakan anak ketika masih menjadi nutfah atau air mani. Hal ini sebagaimana kisah Ummu Sulaim. "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Maka akhirnya lahirlah anak yang bernama Abdullah. Berkat doa Nabi anak tersebut tumbuh dewasa dan menikah kemudian dikaruniai 9 anak yang semuanya penghafal Al-Qur'an.
  • Setelah anak lahir kita mentahnik pada langit-langit mulut anak sehingga makanan pertama kali yang dimakan anak tersebut adalah makanan yang diberkahi oleh Allah Ta'ala.
  • Merayakan kelahiran anak dengan aqiqah. Anak perempuan satu ekor kambing dan anak laki-laki dua ekor kambing.
  • Menyusui anak selama 2 tahun. Setelah dua tahun, seorang ibu menyapih anaknnya.
  • Memberi nama yang baik. Semoga dengan nama yang baik anak tersebut kelak juga menjadi anak yang baik.
  • Bercengkrama dan bercanda dengan anak-anak. Nabi pernah menjulurkan lidah beliau kepada Hasan bin Ali. Maka Hasan berlari kepada beliau karena tertarik dengan merahnya lidah beliau.
  • Memberikan kunyah, yaitu julukan ayah atas nama anaknya. Kunyah adalah sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kunyah diambil dari anak pertama. Anak akan merasa dihargai dengan adanya kunyah tersebut.
  • Mengkhitan anak. Waktu yang utama dalam mengkhitan anak adalah mengikuti masyarakat sekitar. Jika masyarakat mengkhitan anak di usia 12 tahun, maka anak dikhitan di usia tersebut.
  • Apabila Nabi mendengar tangisan anak, ketika beliau ingin memanjangkan shalat, beliau jadi memendekkan shalat. Agar anak kecil senang dengan shalat.
  • Nabi membuat hati anak tetap gembira walau Nabi sedang shalat, contohnya dengan menggendong anak. Saat belau sujud, punggung beliau dinaiki cucunya.
  • Nabi pernah meninggalkan khutbah unruk menyambut anak kecil yang ke arah beliau.
  • Nabi sering tersenyum kepada anak-anak.
  • Nabi memperingatkan orang tua untuk menepati janji pada anak.
  • Nabi memanggil anak dengan panggilan yang indah.
  • Nabi sering mengajak anak-anak menaiki kendaraan. 
  • Nabi memfasilitasi anak untuk bermain.
  • Nabi melarang anak dipisah dari keluarganya. Para ulama salaf keluar dari rumah setelah baligh. 
  • Nabi mendoakan anak-anak dari godaan setan.
  • Walaupun anak masih kecil, hendaklah kita tetap meminta izin jika barangnya digunakan.
Garis besarnya adalah Nabi berusaha membangun karakter iman anak dengan memberi kesan positif tentang agama. Karena masa ini adalah masa tumbuhnya iman. Masa 0-7 th adalah masa alam bawah sadar anak terbuka lebar. Orang tua sering tidak memperhatikan fase-fase ini sehingga anak merasa terbebani dengan berbagai tuntutan orang tua yang ingin segera 'panen' dan melihat anaknya menjadi anak yang shalih. Hal ini akan mempengaruhi kondisi anak ketika anak sudah baligh. 

Anak yang masih kecil pola pikirnya belum terarur. Otak kanan lebih dominan dari otak kiri sehingga mereka tidak punya beban moral. Belum ada aturan-aturan yang membebani mereka. Masa ini adalah masa penumbuhnan egosentris.

Maka sebagai orang tua, jangan menggegas dengan menjejali anak dengan berbagai pengetahuan. Ibarat kata pendidikan anak ini bagaikan lari maraton. Jika digegas di awal, akan lelah di tengah jalan.


Photo by Annisa Ica on Unsplash


Beberapa kesalahan pendidikan di fase ini:

  • Pendidik berfokus pada aspek kognitif dan akademis. Anak dituntut bisa ini itu di usia sedini mungkin. Padahal fase ini adalah fase pengembangan karakter iman.
  • Pendidik menggegas hafalan tanpa memperhatikan ketertarikan anak pada menghafal. Jika dipaksa, khawatir ketika dewasa anak akan benci dengan hafalan. Pun jika hafal, hafalannya bisa jadi hanya di lisan saja. Tidak masuk ke qalbu nya.
  • Terburu-buru mengajarkan bahasa kedua pada anak sebelum bahasa pertama tuntas. Hal ini akan membuat anak sulit mengungkapkan perasaan karena bingung dengan bahasanya. Jangan terburu-buru ingin panen. 
  • Terlalu mendahulukan pengajaran syari'at atau ibadah dari pada akidah. Padalah segala sesuatu ada momentumnya. Pembelajaran tentang tata cara ibadah adalah setelah usia 7 th.
  • Agar membuat anak tertib, memberikan cerita yang ngeri, seperti tentang hantu, tentang neraka, dll. Hal ini malah akan menimbulkan kesan negatif pada anak. Harusnya cerita yang diberikan adalah cerita yang menyenangkan. Contoh tentang surga, tentang kebaikan Allah Ta'ala, dll.
  • Memberi ancaman atau hukuman ketika anak berbuat kesalahan. Mendidik anak di fase ini harus ekstra sabar. 
  • Pendidik sering membandingkan dengan anak yang lain. Padahal anak sejatinya very limited edition. Anak sangat spesial.
  • Pendidik berwajah tidak ramah kepada anak, mahal senyum. 
  • Menitipkan anak di bawah usia 7 thn ke boarding school atau sekolah apapun. Padahal di fase ini, orang tualah yang paling dibutuhkan anak. Apabila sosok ayah dan ibu hadir pada fase ini, kepribadian anak akan semakin baik, biidznillah.
  • Menggunakan ukuran orang dewasa dalam mendidik anak. Padahal anak tidak bisa dipaksa duduk tenang dalam belajar seperti orang dewasa.
  • Pendidik terlalu terkonsentrasi pada kekurangan anak, padahal anak memiliki kelebihan. Bagaikan kapak yang punya sisi tumpul dan sisi tajam, yang harusnya kita asah adalah sisi tajamnya. Akhirnya kapak bagian tajamnya tetap tumpul, bagian tumpulnya juga tumpul. Akibatnya anak merasa dirinya tidak hebat. Seharusnya yang menentukan cita-cita itu anak sendiri, bukan orang tua. Sering sekali orang tua memaksakan cita-cita kepada anak. 

---

Q&A:

🌸Bagaimana jika kita ingin mengajarkan anak shalat dengan membawanya ke masjid tetapi anak malah ramai di masjid?

  • Anak yang masih kecil belum punya kewajiban shalat. Tugas kita adalah membangkitkan kecintaan anak pada shalat. 
  • Namun, apabila anak ketika dibawa ke masjid ternyata anak tersebut masih ramai, maka hendaklah sang ibu tetap di rumah dengan melatih anaknya sehingga ia menjadi tenang lalu baru diajak di masjid. Jadi dikenalkan shalat di rumah terlebih dahulu.
  • Bagi para jamaah yang melihat keramaian tersebut, hendaknya tidak kita memarahi anaknya tetapi memberi nasihat kepada orang tuanya. Karena memarahi anak di masjid akan menimbulkan kesan negatif pada agama.

    🌸Apa maksud dari kognitif?
     
    • Ranah pendidikan kepada anak ada tiga, yaitu: 
      • (1) Afektif (sikap) qalb
      • (2) Kognitif (pengetahuan) aql
      • (3) Psikomotor (keterampilan) badan. 
    • Kognitif adalah pengetahuan-pengetahuan. Hendaklah di usia 0-7 th ini tidak diberi terlalu banyak kognitif. Jangan diberi terlalu banyak pengetahuan karena harusnya yang ditumbuhkan di fase ini adalah masalah hati atau qalb.
    • Sebagai contoh, anak di usia ini disuruh menghafal bacaan shalat. Dipaksa menghafal padahal anak tidak mau. Lalu anak diajari bagaimana doa setelah berwudhu dan sebagainya. Itu adalah beban-beban kognitif yang bersifat pengetahuan. 
    • Sedangkan anak 0-7 th itu perlu diperbanyak attitudenya karena itu berkaitan dengan hati. Pendidikan karakter ini bertujuan membangun tiga itu, yaitu qalb, aql, dan badan. Harapannya anak ketika baligh menjadi qalbun salim, aqlun salim, dan jismun salim

    🌸Bagaimana praktik memukul anak yang benar?
    • Nabi memberikan kebolehan memukul anak yang tidak mau shalat di usia 10 th tetapi pada praktiknya Nabi tidak pernah memukul anak. 
    • Munculnya pukulan adalah apabila metode-metode lain sudah tidak bisa dilaksanakan. 
    • Anak 10 th harusnya imannya sudah tumbuh. Kalau berkaitan dengan shalat harusnya dia sdh cinta pada shalat. Maka sebelum dipukul, perbaiki dulu karakter imannya. 
    • Jika dinasihati marah-marah, hendanya tidak kita nasehati dulu. Kita berempati dulu. Anak diperhatikan, kita dekati, bahwa kita adalah orang tua yang betul-betul memperhatikan anak kita. Kita betul-betul sayang pada anak kita. Kemudian ketika anak sudah dekat dengan orang tua, baru tumbuhkan rasa cinta pada shalat. Setelah itu baru diajari shalat. Setelah diajari shalat, karena cintanya sudah tumbuh, maka dia akan senang dengan diajari shalat tersebut. Setelah itu 10 tahun harusnya dia sudah mandiri. 

    🌸Ada seorang anak usia 3 th dgn kakak 8 th. Kedua anak tsb sering bertengkar. Bagaimana sikap kita?
    Seringkali org tua menyikapi hal yg demikian dgn marah. Biasanya marah kita blm selesai tp mereka sdh akur. Pertengkaran mereka adalah pembelajaran untuk mengatasi permasalahan mereka sendiri. Anak-anak sangat mudah memaafkan karena mereka masih polos. Ketika bertengkar sejatinya mereka juga belajar sesuatu.


    🌸Bagaimana mengetahui bakat anak? Sejauh ini sepertinya bakat anak berubah-ubah.
    • Bakat mulai terlihat dan tidak berubah itu di usia 10 tahun. Pada umur 10 tahun seharusnya org tua mulai memetakan bakat anak. 
    • Kalau ada anak pemarah itu pertanda bakatnya commander. Ada anak cerewet dan suka cerita itu pertanda komunikator, dll. Dibalik kekurangan atau hal yang kita nilai sebagai kenakalan anak, bisa jadi di sanalah bakatnya.
    • Penumbuhan bakat anak bagaikan metamorfosa penumbuhan kupu-kupu. Ketika menetas dia akan menjadi seekor ulat, bukan langsung jadi kupu-kupu. Maka perlu bersabar dalam proses penemuan bakat ini.


    ---

    Selesai dirangkum di Surabaya, 20 Jumadil 'Ula 1444H

    Comments

    Popular posts from this blog

    Ikhtiar Persalinan Normal pada Anak Pertama

    Doa Kami dalam Namamu

    Assalamu'alaikum Baby H!