Mahabbah Pekan ke-12: Ahwaalul Khabar & Insyaa'
Bismillahirrahmanirrahim
Setelah libur panjaaang, akhirnya kita bertemu lagi dalam program Mahabbah bersama Ustadz Nur Fajri Ramadhan hafidzahullah dari Yayasan BISA.
Kali ini kita masih dalam bahasan Ilmu Ma'aanii.
Ada satu konsep yang akan sering terus diulang dalam pembahasan Ilmu Ma'aanii. Yaitu 'Umdah dan Fadhlah.
Kalimat Khabar & Insyaa' tersusun dari dua 'Umdah (penyusun utama), yaitu:
- Musnad (Khabar & Fi'il)
- Musnad Ilaihi (Mubtada & Fa'il)
Terkadang, selain tersusun dari kedua 'Umdah tadi, kalimat Khabar & Insyaa' juga bisa mengandung fadhlah (tambahan), yaitu:
- Maf'ul (dengan beragam jenisnya)
- Dzaraf
- Jar & majrur
Penyusun utama untuk Jumlah Ismiyyah adalah Mubtada & Khabar. Adapun penyusun utama dari Jumlah Fi'liyyah adalah Fi'il & Fa'il. Jadi, di luar empat hal ini (Mubtada, Khabar, Fi'il, dan Fa'il) maka masuknya adalah Fadhlah.
Secara umum, baik 'Umdah maupun Fadhlah, pada Khabar & Insyaa' sama-sama mungkin mengalami ketujuh hal sebagaimana ada di bagan berikut ini.
Pada kesempatan kali ini kita hanya akan membahas 4 Ahawaal yang pertama.
1. Taukiid
Adalah "penegasan". Di antara cara menegaskan adalah:
- Huruf Taukiid: Qad, Laamut Taukiid, dst.
- Inna, Anna, dst
- Qasam/sumpah
- Dhamiirul Fashl -> زيدٌ هو القائمُ
Berdasarkan taukiidnya, jumlah dibagi menjadi tiga:
- Ibtidaaiyy (Untuk orang yang tak ragu tidak pula mengingkari): tanpa taukiid
- Contoh: جاء زيدٌ
- Thalabiyy (untuk orang yang ragu): dianjurkan diberikan satu taukid
- Contoh: قد جاء زيدٌ
- Inkaariyy (untuk orang yang mengingkari): wajib diberikan taukid, walau lebih dari satu
- Contoh: و اللهِ قد جاء زيدٌ
Contoh dalam Al-Qur'an dan Hadits
Surat Al Fatihah: 2
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Segala puji milik Allah, Rabb semesta alam."
Tidak ada taukid pada ayat ini. Termasuk Jumlah Ibtidaaiyy, yaitu untuk orang yang tak ragu tidak pula mengingkari.
Hadits Riwayat Muslim: 2643
...إنّ أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما
"Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari..."
Penggalan hadits ini diawali oleh taukid (إنّ) karena informasi yang beliau sampaikan ini adalah informasi yang umum. Orang tidak langsung percaya, agak ragu. Termasuk Jumlah Thalabiyy.
Perhatikan penggalan hadits lanjutannya.
فوالذين لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة
"Demi Yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya, sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar akan beramal dengan amalan penduduk surga..."
Masalah takdir ini banyak yang mengingkarinya. Bahwasanya Allah yang memberi hidayah dan yang menyesatkan. Maka dalam penggalan ini terdapat lebih dari satu taukid. Termasuk Jumlah Inkaariyy.
Surat Yasin: 14-16
إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ
"(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu'."
Allah mengirim dua utusan ke kota Antokia tetapi penduduknya mendustakannya. Kemudian Allah mengirim utusan yang ketiga dan menceritakan kisah ini dengan adanya taukid إِنَّا di dalamnya karena penduduknya yang masih ragu.
قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَٰنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
"Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka".
Namun ternyata penduduk Antokia mengingkari. Maka perhatikan ayat berikutnya.
قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ
"Mereka berkata: "Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diurus kepada kamu."
Dalam ayat tersebut lebih dari satu taukid, yaitu إِنَّا dan lam taukid. Diberikan lebih dari satu taukid karena mereka mengingkari.
2. Qashr
Adalah pembatasan sesuatu pada sesuatu yang lain.
Ada beberapa metode qashr, di antaranya:
- An-Nafyu wal-Istitsnaa'
- Innamaa
- At-Taqdiim
- Ta'riiful Khabar
- Dhamiirul Fashl
Contoh An-Nafyu wal-Istitsnaa' pada Surat Muhammad ayat ke-19
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (yang berhak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu."
Bentuk Qashr pada ayat ini menggunakan An Nafyu wal-Istisnaa'.
Jika ada orang mengatakan, "Allah adalah Ilah", belum tentu orang itu bertauhid, bisa jadi dia musyrik karena ia mengatakan Latta dan Uza juga ilah.
Oleh karena itu, kalimat syahadat menggunakan bentuk An Nafyu wal-Istisnaa' atau terkadang disebut juga An-Nafyu wal-Istbat. Dari semua metode Qashr, bentuk inilah yang paling kuat.
Coba perhatikan dua kalimat syahadat kita
أشهد ألا إله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Pada kalimat pertama terdapat Qashr dengan bentuk An Nafyu wal-Istisnaa' dan pada kalimat kedua tidak terdapat Qashr. Mengapa? Karena kerasulan tidak dibatasi hanya untuk Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam saja.
Dalam kehidupan sehari-hari misal ada seorang guru mengatakan, "Zaid, kamu adalah mahasiswa yang hebat." Lalu Zaid mengatakan, "Apakah ada mahasiswa hebat lain selain saya?" Pertanyaan tersebut wajar terjadi karena tidak ada pembatasan.
Lalu guru mengatakan, "Zaid, tidak ada mahasiswa yang hebat selain kamu." Maka ini adalah bentuk pembatasan. Dan dari kalimat ini dipahami bahwa yang hebat hanya Zaid saja.
Contoh Innamaa pada Hadits Riwayat Bukhari No. 3429
إنما هو الشركُ
"Sesungguhnya yang dimaksud hanyalah kemusyrikan."
Pada penggalan hadits ini terdapat Qashr berupa Innamaa (إنما)
Contoh At-Taqdiim pada Surat Al-Qiyamah ayat ke-30
إِلَىٰ رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
"kepada Rabbmu lah pada hari itu kamu dihalau."
Pada penggalan hadits ini terdapat Qashr berupa At-Taqdiim atau didahulukan.
Ayat ini merupakan susunan Jumlah Ismiyyah. Penyusun Jumlah Ismiyyah adalah Mubtada dan Khabar. Pada ayat tersebut:
- Mubtada -> الْمَسَاقُ
- Khabar -> Sususnan Jar Majrur إِلَىٰ رَبِّكَ
Dalam Ilmu Nahwu, kita ketahui bersama bahwa umunya Mubtada di depan dan Khabar di belakang. Namun, terkadang Khabar didahulukan. Misal jika Mubtada berupa Isim Nakirah.
Pada ayat ini, Mubtadanya berupa Isim Ma'rifah. Artinya Khabarnya tidak harus di depan. Lantas mengapa Khabar pada ayat ini dikedepankan?
Ini adalah Qashr yang berupa At-Taqdiim, yaitu mengedepankan sesuatu. Sesuatu yang harusnya di belakang kemudian dikedepankan menunjukkan adanya makna pembatasan. Maka maksud dari ayat ini adalah "Kalian di akhirat nanti tidak akan dihalau kecuali hanya kepada Rabb kalian saja."
Contoh Ta'riful Khabar pada Surat Muhammad ayat ke-38
وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ
"Dan Allah lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya)."
Pada penggalan ayat ini terdapat Qashr berupa Ta'riful Khabar atau mema'rifahkan khabar. Kita ketahui bersama bahwa pada asalnya Khabar itu bebas, tidak harus Ma'rifah dan juga tidak harus Nakirah. Yang umumnya harus Ma'rifah adalah Mubtada.
Namun, Khabar yang bentuknya Ma'rifah memiliki makna pembatasan. Maka maksud ayat tersebut adalah "Dan Allah saja lah Yang Maha Kaya sedangkan kalian adalah orang-orang yang membutuhkan (Nya)."
Contoh Dhamir Fasl Hadits Riwayat Maalik No. 822
فلما فُرِضَ رمضانُ، كان هو الفريضةَ
"Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, jadilah hanya puasa Ramadhan yang wajib."
Pada penggalan hadits ini terdapat Qashr berupa Dhamir Fashl. Dalam Ilmu Nahwu, kita ketahui bersama bahwa Dhamir Fasl adalah dhamir pemisah antara Mubtada dan Khabar. Keberadaannya tidak harus karena tanpanya Jumlah Ismiyyah akan tetap sempurna jika sudah ada Mubtada dan Khabar.
Yang perlu kita ketahui, dari sisi Ilmu Balaghah, ketika ada Dhamir Fashl, maka terdapat makna pembatasan di sana.
---
Pembatasan ini bisa berupa pembatasan yang sebenar-benarnya (Qashr Haqiiqiy), bisa juga berupa pembatasan dari sebagian sisi saja untuk penekanan (Qashr Idhaafiy).
Contoh Qashr Haqiiqiy
Surat At Taubah: 60
... إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin..."
Makna ayat ini memang pembatasan secara hakiki karena zakat hanya diperuntukkan untuk delapan golongan yang berhak menerima zakat saja.
Contoh Qashr Idhaafiy
Surat Ar Ra'd: 7
... إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرٌ
"Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan."
Tentunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bukan hanya seorang pemberi peringatan, melainkan juga sebagai pemberi kabar gembira. Namun, makna kata "hanya" ini adalah ingin menekankan agar Rasulullah jangan bersedih jika orang-orang tidak beriman karena sesungguhnya beliau hanyalah pemberi peringatan.
---
3. Taqdiim
Selain memberikan faidah "Qashr", mengedepankan suatu kata dari posisi normalnya memiliki faidah Balaaghiyyah lainnya, semisal:
🌸 Ihtimaam / Memberi perhatian lebih
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
"Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" - QS. An-Nahl: 72
Harusnya normalnya adalah أَفَيُؤْمِنُونَ بِالْبَاطِلِ
Normalnya 'Umdah dulu baru Fadhlah. Fi'il-Fa'il dulu baru Maf'ul. Maka ayat ini mengandung Taqdiim dengan faidah memberi perhatian lebih. Maksud ayat tersebut, "Apakah kebatilan yang mereka imani dan apakah nikmat Allah yang mereka ingkari?"
🌸 Tasywiiq / Membuat penasaran
نعمتان مَعْبُوْن فيهما كثير من الناس: الصحةُ و الفراغ
"Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengannya: kesehatan dan waktu luang." (HR. Al-Bukhaariyy)
Kata نعمتان di sini adalah khabar. Adapun Mubtadanya adalah الصحةُ. Harusnya Khabar datang setelah Mubtada.
Ketika ada orang mengatakan, "Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengannya...", orang lain jadi akan lebih penasaran ketimbang jika orang mengatakan, "Sehat dan waktu luang adalah dua nikmat yang..."
🌸 Ta'jiilul Masarrah/Masaa-ah / Menyegerakan kabar gembira/sedih
Contoh menyegerakan kabar gembira pada Surat Ar Rum: 47
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
"Adalah haq atas kami menolong orang-orang yang beriman."
Kata حقا di sini adalah Khabar كان. Adapun Isim كان nya adalah نصر. Mendahulukan Khabar pada ayat ini memberi faidah penyegeraan kabar gembira.
Contoh menyegerakan kabar sedih pada Surat Ghafir: 46
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
"Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang."
Pada ayat ini kata النار disebutkan terlebih dahulu. Untuk jumlah selain di Al-Qur'an bisa jadi kita bahasakan begini يُعْرَضُونَ عَلَى النار
Jadi 'Umdah dulu baru Fadlah. Fi'il-Fa'il baru Jar-Majrur.
Namun, Allah mengubah susunannya sehingga kata النار menjadi Mubtada. Kemudian didhamirkan (يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا) yang mana dhamirnya ini kembali ke النار.
Kata االنار didahulukan untuk menyegerakan kabar sedih.
Di antara Fawaaid Balaaghiyyah lainnya dari Taqdiim
Ada hal-hal yang tidak bisa diungkapkan sesederhana ini dari faidah-faidah Balaaghiyyah dari Taqdiim. Misal jika kita perhatikan di Al-Qur'an, kadang ada A dulu baru B di suatu tempat. Di tempat yang lain, B dulu baru A. Apa hikmahnya?
Contoh di Surat Yasin: 20
...وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ
"Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki..."
Adapun di Surat Al-Qasas: 20
...وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ
"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota..."
Jika kita perhatikan, Surat Al-Qasas: 20 susunannya normal. 'Umdah dulu (F'il-Fa'il) baru Fadhlah. Adapun susunan pada Surat Yasin: 20 tidak normal. Tidak normal bukan berarti salah, tetapi ada sesuatu yang ingin Allah tekankan di sana.
Dalam buku tafsir, kita akan temukan bahwa Allah ingin menegaskan/menekankan bahwa orang ini (pada Surat Yasin: 20) datang jauh dari ujung kota dan dia beriman. Padahal orang yang ada di pusat kota jutsru tidak beriman pada utusan Allah. Hal ini harusnya membuat penduduk di tengah kota malu.
Adapun untuk Surat Al-Qasas, kita tidak terlalu dituntut untuk mencari faidah Balaaghiyyahnya karena susunannya sudah normal (tidak ada Taqdiim).
---
Contoh lain di Surat Al-Isra': 31
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu..."
Adapun di Surat Al-An'am: 151
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena miskin. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka..."
Umumnya, ketika berbicara, kita menyebutkan yang kita ajak bicara dulu baru orang lain. Dhamir Mukhattab dulu baru Ghaib.
Dugaan kuat mengapa di Surat Al-Isra': 31 هُمْ didahulukan daripada كُمْ adalah karena orang tuanya masih kaya tetapi takut di masa depan miskin. Yang benar-benar butuh diberi rezeki adalah anaknya. Karena anaknya lahir tidak membawa apa-apa ke dunia.
Adapun untuk Surat Al-An'am: 151, كُمْ didahulukan daripada هُمْ karena memang kondisinya pihak yang diajak bicara miskin.
---
4. Hadzf
Adalah membuang sesuatu yang normalnya disebut.
Contoh:
- Membuang Musnad (Khabar, Fi'il)
- Membuang Musnad Ilaih (Mubtada, Fa'il)
- Membuang Fadhlah (Maf'ul Bih, dst.)
- Membuang Huruf
- Membuanng beberapa kata (Kalimah)
- Membuang kalimat (Jumlah) atau lebih dari satu kalimat.
Di antara fawaaid Balaaghiyyah dari Hadfz selain meringkas adalah:
- Istighnaa' (Menganggap cukup)
- Contoh dalam kehidupan sehari-hari ketika ditanya "Siapa nama kamu?" kita menjawab "Fulan". Padahal normalnya adalah "Nama saya Fulan."
- Ta'miim (Menunjukkan keumuman)
Contoh Istighnaa' dalam Surat Ad-Dhuha: 3
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
"Rabbmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu."
Perhatikan ayat di atas. Seharusnya setelah kata قَلَىٰ yang artinya "benci" terdapat dhamir كَ sebagai Maf'ul Bih. Syaikhul Islaam Abus Su'uud mengatakan, "Maf'uulnya dibuang bisa karena dirasa cukup dengan disebut sebelumnya..." [Irsyaadul 'Aqlis Saliim]
Contoh Ta'miim dalam Surat As-Saffat: 50
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ
"Lalu sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain sambil bercakap-cakap."
Fi'il يَتَسَاءَلُونَ adalah Fi'il Muta'adiy yang tentunya butuh objek. Namun, dalam ayat ini objeknya tidak disebut.
Asy Syaikh As Sa'diyy mengatakan, "Ma'muulnya (dalam hal ini: Maf'uul Bihii) dibuang...menunjukkan mereka saling bertanya tentang hal apapun yang menyenangkan untuk dibicarakan." [Taysiirul Kariimir Rahmaan]
---
Di antara Fawaaid Balaaghiyyah lainnya dari Hadfz
Contoh pada Surat Muhammad: 19
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu."
Pada ayat ini, kata "dosa" secara leterlek tidak disebutkan sebelum لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. Walau demikian, sudah bisa dipahami bahwa yang dimaksud kepunyaan orang-orang Mu'minin dan Mu'minaat adalah dosa. Bahwasanya Allah memerintahkan kita memohon ampun atas dosa kita dan dosa mereka.
Mengapa kata "dosa" sebelum لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ tidak disebutkan? Al Qaadhii Al Baydhawiyy mengatakan, "Mudhaafnya dibuang untuk menunjukkan...banyaknya dosa mereka." [Anwaarut Tanziil]
Contoh lain pada Surat Al Kahfi: 64
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
"Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari'. Lalu keudanya kembali, mengikuti jejak mereka semula."
Jadi seharusnya pada نَبْغِ ada يْ sehingga menjadi نَبْغِيْ
Secara Nahwu, penulisan نَبْغِ ini boleh-boleh saja.
Asy Syaikh Basyuunii mengatakan, "Pembuangan huruf Yaa' sukun di akhir kata "Nabghii" menggambarkan kesegeraan Nabi Musa memutar balik jalan. Seakan-akan waktu sudah sangat terbatas sampai tak menyempurnakan kata dan menuntaskan perkataan kepada asisten beliau." [Min Balaaghatin Nadzhmil Qur-aaniyy]
Nabi Musa tentu tidak berbicara dalam Bahasa Arab, tetapi demikianlah Allah menghikayatkan kepada kita. Bisa jadi dalam bahasa Nabi Musa sendiri ada Hadfz atau pembuangan.
Faidah Baalghiyyah tetap sah walau hanya dalam satu qira'at.
Contoh membuang jawab syarth pada Surat : 35
وَإِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَبْتَغِيَ نَفَقًا فِي الْأَرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِي السَّمَاءِ فَتَأْتِيَهُمْ بِآيَةٍ ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَىٰ ۚ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْجَاهِلِينَ
"Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit atau kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang jahil."
Jawab syarat dari إِنْ yang merah adalah huruf فَ. Adapun jawab syarth dari إِنِ yang oren tidak ada. Jawab syarthnya dibuang. Takdirnya adalah sebagaimana dalam terjemahan yang dalam tanda kurung, yaitu "Maka buatlah".
Asy Syaikh As Sa'diyy mengatakan, "(Jawab syarthnya) ialah 'Maka lakukanlah itu!'' [Taysiirul Kariimir Rahmaan]
Mengapa dibuang? Karena sudah dipahami maksudnya. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh ketika mengerjakan ujian lalu hasilnya jelek. Kemudian kita mengatakan, "Coba kalau semalem aku belajar". Kita stop dan hanya mengatakan itu saja. Mana jawab syarthnya? Walaupun tidak ada, kita paham bahwa ada jawab syarth yang dibuang.
Contoh lain Hadzf jawab syarth yang sering disalahpahami
Surat At Takatsur: 5 - 6
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
"Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,"
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
"Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim."
Al Qaadhii Al Baydhaawiyy mengatakan, "Ayat ke-6 tidak bisa menjadi jawab syarth bagi ayat ke-5. Jawab syarth ayat ke-5 itu mengalami Hadzf. Yakni semisal, "Niscaya hal tersebut akan menyibukkan kalian dari lalai akibat bermegah-megahan." [Anwaarut Tanziil]
Sebaliknya, ayat ke-6 adalah jawaban dari Qasm yang dibuang. Contoh واللهِ
Contoh lain Hadzf lebih dari satu kalimat
Surat Yusuf: 45 - 46
وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ
"Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)."
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ
"(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya."
Jadi raja kan sedang mencari orang yang bisa menafsirkan mimpi, lalu ada orang yang teringat tentang Nabi Yusuf. Dia berkata "Utuslah aku kepadanya" (Ayat ke-45). Kemudian di ayat ke-46, secara leterlek langsung "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya..."
Artinya, ada penggalan kisah yang dibuang di sini, yaitu ketika orang ini pergi menemui Yusuf. Hal tersebut dijelaskan dalam tanda kurung dalam terjemah di ayat ke-46.
Di antara faidahnya adalah meringkas. Orang sudah paham maksudnya.
---
Alhamdulillah. Catatan Balaghah lainnya bisa dicari dengan klik tag berjudul "Balaghah" di bawah.
---
Selesai dicatat di Kota Pahlawan ketika hujan deras,
7 Jumadil Tsani 1444H
Comments
Post a Comment