Bismillahirrahmanirrahim
Hi everyone! kembali lagi bertemu di sini setelah sekian lama tidak menulis di blog.
Alhamdulillah akhir-akhir ini sedang disibukkan dengan kegiatan perkuliahan yang sangat padat. Ya walau cuma ambil tiga matkul, tetapi rasanya perkuliahan ini daging banget sampai tidak sempat menulis apa-apa di sini karena aku menulis di tempat lain hehe. Aku menulis rangkuman perkuliahan di One Note, mencoba menulis hikmah materi kuliah dan menghubungkan dengan ayat dan hadits di artikel www.muslimah.or.id, dan mencoba meng-generate pengetahuan dan kenyataan di lapangan dengan menulis esai ilmiah.
Iyaa!! Biidznillah salah satu tulisanku lolos konferensi. Masyaa Allah!!!
Jujur walau sibuk dan hetic, aku seneng banget. Karena aku merasa betapa baiknya Allah yang mengabulkan doaku di Ramadhan lalu. Salah satu doaku adalah aku ingin agar waktuku tidak terbuang sia-sia. Dan dengan segala aktivitas perkuliahan ini aku jadi jarang buka instagram Alhamdulillah.
So! here we go! Ada hal menarik dari materi kuliah yang ingin aku rekam jejaknya di sini. Selamat membaca.
 |
A warm night to remember with my elder brother's fam |
Apa sih salah satu tantangan terbesar menjadi orang tua? Bagiku tantangan terbesar itu adalah ketika kita harus berusaha menekan ego dan kepentingan pribadi untuk mendahulukan kepentingan anak.
Banyak orang tua mengatakan anaknya adalah prioritasnya. Namun, banyak juga yang ternyata itu hanya di lisan saja. Perbuatan dan pilihan yang ia lakukan dalam keseharian tidak mencerminkan bahwa anaknya adalah prioritasnya. Dan jangan-jangan kita juga termasuk demikian.
Ada masa ketika aku perang batin dengan diri sendiri. Di malam hari yang sunyi dan aku ingin menuntaskan rasa aktualisasi dengan belajar dan melakukan segala keambisan lainnya agar aku tidak merasa kehilangan diriku sendiri. Namun, terkadang di waktu-waktu ini aku diuji dengan anakku yang menangis. Dan jujur, rasanya berat sekali ketika beralih dari depan laptop menuju kamar untuk kembali membersamai anakku.
Berat karena ada rasa "Aku kan sudah mengurus anak seharian, aku kan hari ini sudah begini dan begitu untuk anak, ini waktu-waktu yang aku blok untuk diriku sendiri. Aku juga butuh aktualisasi. Aku ga bisa kalau hanya mengurus anak saja tanpa punya waktu untuk diri sendiri."
Terdengar egois? Iya, tapi itulah kenyataan yang terjadi.
 |
Masih dalam suasana Syawwal: seperangkat perlengkapan Hafshah kala shalat ied |
Aku mungkin tidak diuji dengan memilih antara berangkat kerja atau memeluk anak yang menangis karena tidak mau ibunya pergi bekerja. Aku juga mungkin tidak diuji dengan rasa ingin kongkow dan bersosialita kemudian menitipkan anak ke daycare atau ke neneknya. Tidak. Alhamdulillah aku tidak diuji dengan perasaan-perasaan itu.
Namun, aku diuji dengan rasa bersalah ketika aku masih ingin belajar, membaca, menulis, dan berkarya tetapi di saat yang sama anakku menangis meminta aku menemaninya. Mungkin kalau boleh dibilang, ada perasaan ketidakberdayaan ketika aku membersamai anak dan berakhir ketiduran saat menyusui. Rasa campur aduk yang di satu sisi aku ingin tidak tidur dan di sisi lain aku tahu aku harus mendahulukan anakakku. Rasa yang sangat membingungkan karena aku tahu jika aku tidak mengaktualisasikan diri maka ada kebutuhanku yang tidak terpenuhi dan itu membuatku rentan marah-marah, dan di sisi lain anakku butuh kehadiranku.
Iya, di sinilah tantangan terbesar yang aku sampaikan di atas tadi. Ketika harus memilih antara diri sendiri yang punya kebutuhan dan anak dengan kebutuhannya yang lain.
 |
Pacaran berdua sama Hafshah di tempat makan. Terima kasih ya Nak telah mengizinkan ibu makan dengan tenang. |
Alhamdulillah. Masa-masa itu telah aku lewati. Dengan izin Allah, melalui perkuliahan ini, hatiku dibuat lapang untuk mendahulukan anak ketimbang kepentingan pribadi. Jadi sangat menyadari bahwa, dengan izin Allah, knowledge is power. Tanpa ilmu aku mungkin akan terus terombang-ambing tanpa tahu pilihanku benar atau salah.
Dan kini aku ingin merangkum mengapa kita sebagai orang tua sangat harus perhatian pada anak. Ya mungkin kita semua sudah tahu bahwa orang tua itu harusnya perhatian pada anak. Tapi, berapa banyak orang tua yang mau dengan sadar melakukan ini? Berapa banyak orang tua yang bersedia hadir dengan utuh untuk anak? Betapa banyak orang tua yang tidak merasa anaknya lebih penting daripada urusan-urannya di handphone dan akhirnya memberikan anaknya hal-hal yang kurang baik agar anaknya diam? Iya, betapa banyak orang tua yang sengaja memberi anak handphone atau makanan manis agar anaknya tidak 'mengganggu' nya?
Agar tidak terjadi penyesalan di belakang karena telah mengabaikan anak, mari belajar bersamaku tentang betapa besar pengaruh perhatian kita kepada anak yang akan aku ulas dalam tiga poin berikut ini:
 |
Tetap berusaha makan sehat agar emosi stabil dan tidak menyakiti anak |
(1)
Pertama, perhatian adalah sebab rasa aman.
Teman-teman pernah mendengar teori kelekatan (attachement)? Aku belajar ini di Psikologi Perkembangan Masa Hidup modul ke-3. Secara umum kelekatan didefinisikan sebagai ikatan emosional yang mendalam dan bertahan lama yang menghubungkan satu orang dengan orang lain melintasi ruang dan waktu (Ainswoth, 1973: Bowlby, 1969).
Adapun secara khusus pembahasan kelekatan di sini berhubungan dengan child development. Yaitu kecenderungan bayi manusia dan hewan untuk menjadi dekat secara emosional dengan individu tertentu dan menjadi tenang dan nyaman saat berada di hadapan mereka.
Bayi manusia mengembangkan ikatan emosional pada pengasuhnya, terutama ibu dan ayah. Dan keterikatan dengan pengasuhnya merupakan langkah untuk membangun rasa aman di dunia.
Ketika anak terikat secara emosional pada pengasuhnya, itu adalah tanda bahwa seseorang merawat anak tersebut dengan baik, utamanya ibu sebagai pengasuh utama. Ketika anak sudah terikat, ia akan mengembangkan rasa aman. Ketika ia sudah mengembangkan rasa aman, maka ia akan memiliki kemampuan untuk berkembang secara optimal dalam setiap tonggak perkembangannya (milestone).
See? Sepenting itu lho kelekatan dengan anak. Karena anak butuh rasa aman. Dan rasa aman ini berpengaruh sampai ke
milestone nya. Dan ini sejalan dengan teori Maslow bahwa setelah kebutuhan fisiologis seperti makan dan minum terpenuhi, manusia memang butuh rasa aman. Kita aja juga gitu kan? Kita butuh perasaan aman ketika ingin menjalani hari dengan nyaman. Bayangkan kalau kita dalam kondisi perang, boro-boro mau mengembangkan diri, kita paling disibukkan dengan pikiran selamat atau tidak setiap hari.
 |
Hierarki kebutuhan Maslow. Semoga kapan-kapan kita bisa bahas ini dari sisi Psikologi Islam ya. |
Kalau dipikir emang logis sih. Anak itu kan baru banget hadir ke dunia. Bagaimana ia bisa percaya bahwa dunia ini aman untuk dijelajahi sehingga ia berani explore jika dia tidak punya pihak untuk rely on? Dia butuh pihak untuk menerimanya kembali ketika dia mencoba sesuatu dan gagal. Dia butuh pihak yang membuat dia yakin dirinya akan baik-baik saja ketika dia melakukan sesuatu.
Lalu apa sih yang harus dilakukan agar anak merasa aman?
Pengasuh utama selalu responsif terhadap kebutuhan bayi. Bayi tahu bahwa caregivernya bisa diandalkan yang membuat ia merasa aman untuk menjelajahi dunia. Jika ada bayi yang tidak terikat dengan pengasuh utamanya, maka ada kemungkinan milestonennya terhambat.
Responsif. Perhatian. Tanggap.
Ternyata sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Once anak kita terhambat tumubuh kembangnya, coba cek kembali. Apakah ia merasa tidak aman? Apakah kita sering mengabaikan tangisannya? Karena pengabaian itu berpengaruh hingga ia dewasa. Mengapa demikian? Ada yang namanya Internal Working Model (IWM), yaitu this first relationship (hubungan anak dan org tua) adalah prototype untuk semua hubungan di masa depan.
IWM ensures that early attachements are reflected in later relationship types. For example, a secure attachement as a child leads to greater emotional and social stability as an adult, whereas insecure attachement is likely to lead to difficulties with later relationships. Hal ini bisa jadi direfleksikan pada gaya pengasuhan ketika anak telah memiliki anaknya sendiri.
(2)
Kedua, perhatian dan tuntutan adalah gaya pengasuhan dalam Islam
Di mata kuliah Psikologi Anak, tepatnya modul ke-11, dibahas tentang gaya pengasuhan yang sungguh jleb materinya.
 |
Sedikit cuplikan slide nya |
Gaya pengasuhan yang Islam ajarkan itu adalah otoritatif (warna merah), yaitu kita responsif (perhatian ke anak) dan menuntut anak sesuai syariat karena kita ingin anak kita mendapatkan Surga.
Tuntutan ini tentuk konotasinya baik ya. Kita menjelaskan syariat kepada anak dan kita hadir (perhatian kepada mereka). Karena perhatian kita, kehadiran kita, itu akan membuat anak merasa disayang yang harapannya mereka akan jadi cinta kepada agama.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz Abdul Khaliq hafidzahullah bahwa sebelum datang waktu ketika anak dibebani oleh syari'at, anak perlu ditumbuhkan rasa cintanya dulu. Dan rasa cinta itu akan tumbuh dengan cara disenangkan. Karena anak yang disenangkan, dijadikan raja oleh orang tuanya, diperhatikan dengan betul oleh orang tuanya, akan merasa disayang. Perasaan disayang ini akan membuat ia sayang kepada orang tuanya. Konsekuensi sayang dan cinta adalah mengikuti apa yang diperintahkan oleh yang dicintai.
Kita pun demikian kan? Once suami kita baik, memenuhi kebutuhan kita yang bahkan tidak kita utarakan, kita akan merasa disayang. Kita secara otomatis akan berbuat baik ke suami. Akan melayani suami dengan perasaan ringan karena kita merasa disayang dan telah disenangkan. Ada perasaan sungkan dan tidak pantas jika berbuat buruk ke suami.
Nah demikian pula anak. Jika ingin membuat anak cinta pada agama, di fase awal kehidupannya, senangkan mereka dulu. Tuntaskan masa egosentrisnya. Beri perhatian ke mereka karena anak butuh perasaan merasa disayang itu.
Kembali lagi ke gaya pengasuhan, maksud tuntutan di sini adalah kita tentu menuntut anak sesuai syari'at. Kita menghukum mereka (pada waktunya) ketika syariat sudah dijelaskan, cinta kepada agama sudah ditumbuhkan, tetapi mereka tidak menjalankan syari'at. Tuntutan ini adalah untuk kebaikan anak sendiri.
 |
Bahasan di WA kala itu |
Adapun gaya pengasuhan yang sering beredar di instagram itu kan yang tidak menuntut gitu ya (warna abu-abu pada gambar di atas). Nah, itu salah. Karena kalau tidak menuntut itu termasuk gaya pengasuhan yang memanjakan. Sedikit cuplikan penjelasan di modul ini:
Pada gaya pengasuhan ini, orang tua bersifat mengasuh dan hangat secara emosional, tetapi mereka tidak berharap banyak dari anak-anak mereka. Meskipun terlihat cukup baik, gaya pengasuhan ini adalah gaya pengasuhan yang salah karena tujuan utama anak-anak sebagai ujian diabaikan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, yang artinya:
"Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian, dan bahwa Allah mempunyai pahala yang besar."(Al-Anfal: 28)
Dan poin ujian ini sangat penting bagi para orang tua karena terkadang orang tua terpesona dengan kelucuan dan kebahagiaan menjadi orang tua, sehingga melupakan bahwa mereka juga adalah ujian. Dan ayat ini benar-benar menjelaskannya dengan baik. Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (At-Taghabun: 14)
Hal ini luar biasa, bahwa di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang merupakan musuh. Hal ini dapat dipahami dengan berbagai cara, tetapi salah satunya berarti bahwa jika Anda tidak lulus ujian, jika Anda tidak lulus ujian yang Allah berikan pada Anda, yaitu anak-anak dengan mendidik mereka dan membawa mereka dekat dengan Allah, maka mereka akan menjadi musuhmu dan kamu harus membayarnya pada hari kiamat.
Dan orang tua yang memanjakan anak bisa jadi gagal dalam tugas pendidikannya yang Allah tetapkan bagi mereka karena tidak menuntut pada anak-anak mereka. Dan tujuan akhir dari pengasuhan anak dijelaskan dalam ayat ini, yang berarti:
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(At-Tahrim: 6)Jadi, orang tua pada akhirnya harus berusaha melindungi diri mereka sendiri dan keluarga mereka dari api. Dan ini dilakukan dengan mendapatkan takwa, yaitu takut kepada Allah.
Orang tua yang memanjakan tidak akan memiliki tekad untuk membuat anak-anak mereka takut akan api (neraka) dan Allah dengan benar. Jadi, gaya pengasuhan yang memanjakan juga memiliki konsekuensi psikologis yang buruk, tidak hanya (konsekuensi) agama pada anak-anak.
Telah diamati dalam psikologi bahwa anak-anak dari orang tua yang memanjakan berperilaku kurang tepat, dikuasai oleh emosi mereka sendiri, dan memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Karena anak-anak tersebut tidak pernah belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu berharap mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Jadi, anak-anak tersebut mungkin juga tidak pernah benar-benar mengembangkan rasa otoritas dan bahkan tidak akan pernah bisa memahami fakta bahwa banyak tindakan dalam Islam adalah wajib, dan mereka akan berakhir menjadi anak-anak yang sangat manja.
See? Mana penganut konten yang bilang "Aku tidak menuntut apa-apa dari anakku?"
Plis tolong jangan meromentisasi gaya pengasuhan agar supaya terlihat gentle. Menuntut itu perlu dilakukan tetapi tentu kita juga harus menunjukkan perhatian ke anak. Karena jika kita hanya menuntut dan tidak perhatian, jatuhnya adalah gaya pengasuhan otoriter (warna kuning) atau bahasa kita mah gaya pengasuhan VOC. Tujuan pengasuhan Islami adalah agar anak mendapatkan takwa yang tidak dapat diperoleh dengan paksaan dan mendisiplinkan saja.
 |
Jamur Reishi untuk ibu dan Hafshah |
Nah, kalau gaya pengasuhan abai (warna ungu), ini gaya pengasuhan yang parah. Berikut cuplikan penjelasannya:
Jenis pengasuhan keempat yang diberikan oleh tabel yang telah kita lihat adalah pengabaian (neglectful), artinya tidak menuntut atau responsif. Ini adalah kebalikan dari gaya yang pertama, yaitu otoritatif, yang telah kita bahas sebagai gaya yang baik dan benar dalam Islam. Gaya pengasuhan seperti ini benar-benar merupakan bencana.
Orang tua yang mengabaikan tidak cukup mementingkan anak dan mulai berpikir bahwa dia (anaknya) tidaklah relevan. Orang tua seperti itu juga tidak akan peduli dengan emosi, perasaan, pendapat, atau keyakinan anak-anak. Penyebab pengabaian orang tua sangat banyak dan beragam. Penyebabnya bisa mulai dari kemiskinan yang ekstrem hingga keegoisan belaka dan perbedaan prioritas orang tua yang bekerja. Pengasuhan seperti itu dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan kerusakan kognitif.
(3)
Ketiga, perhatian adalah sebab mengatasi tekanan teman sebaya.
Di modul ke-13 Psikologi Anak, ada bahasan tentang tekanan teman sebaya. Salah satu yang aku highlight adalah manusia itu memang cenderung mengikuti bagaimana kondisi mayoritas karena takut berbeda dengan lingkungan.
Anak-anak muslim yang tinggal di Barat mengalami tekanan bukan hanya dari teman, tetapi juga sekolah, media, dan lingkungan sekitar. Bagaimana Islam sering digambarkan sebagai sesuatu yang buruk oleh media sehingga identitas keislaman harus mereka sembunyikan, bagaimana sekolah mengajarkan hal-hal yang dilarang seperti musik, campur baur saat olahraga, atau teori evolusi yang bertentangan dengan keyakinan Islam, dan bagaimana teman-teman mereka yang tidak mengenal syari'at memberi pengaruh buruk pada mereka.
Dan aku rasa ini ga hanya berlaku di Barat ya. Tekanan teman sebaya juga berlaku di negara muslim. Betapa walau negara kita Alhamdulillah mayoritas muslim tetapi banyak yang jauh dari agama dan memberi pengaruh buruk pada kita dan anak kita.
 |
Bismillah, semoga bisa nulis tema lain yang juga relevan dalam hal pengasuhan |
Apa peran perhatian orang tua dalam menghadapi tekanan ini? Orang tua yang mendidik anak secara otoriter, yaitu hanya menuntut tanpa menunjukkan perhatian, tentu membuat anak tidak nyaman. Anak bisa jadi akan tetap percaya pada Islam walau tidak maksimal sebagai muslim karena selama ini diajarkan agama secara kaku tanpa penjelasan terkait mengapa menjalankan syari'at dan tanpa ditumbuhkan rasa cinta, atau bisa jadi anak akan menjadi mangsa ideologi yang lain, alias terpengaruh dengan apa yang ada di lingkungan. Contoh yang ekstrim adalah anak muslim di Barat pindah keyakinan karena pengaruh lingkungan.
See? Perhatian orang tua adalah sebab tumbuhnya rasa cinta. Juga merupakan salah satu sebab anak mempertahankan keyakinan dan ideologinya. Ini sejalan dengan apa yang dijelaskan di kelas holistik bahwa ketika anak mendapati perbedaan pendapat, anak akan mengikuti pihak yang lebih dekat dengan dia. Dan mungkinkah anak dekat dengan orang tua jika orang tua tidak memberi perhatian ke anak?
Kita aja nih, ketika ada perbedaan informasi atau pendapat, kita pasti lebih percaya pada orang yang membuat kita nyaman kan? Kita lebih memilih pendapat orang yang kita sayangi. Demikian pula dengan anak.
 |
Gaya banget kan? Hehe gara-gara ibunya kuliah psikologi, anaknya juga dikenalin tentang emosi |
Dan demikianlah refleksi materi perkuliahan kali ini.
Semoga bermanfaat dan membuat aku terus mengingat betapa pentingnya memberi perhatian kepada anak. Terima kasih sudah menyimak!
Ditulis sebelum berangkat ke Nongkojajar
27 Syawal 1446H.
Comments
Post a Comment