Cerita Penyapihan: Perjalanan Mencari Perosotan
Bismillahirrahmanirrahim
Memangnya mengapa Hafshah butuh latihan nanjak? Sebenarnya bukan hanya nanjak sih, itu salah satunya saja. Ini semua berawal dari Piramida Belajar yang kami pelajari di berbagai kelas, salah satunya kelas penyapihan. Karena dalam proses penyapihan salah satu hal terberat yang terjadi adalah anak kehilangan kenyamanan, perlu ada kenyamanan lain yang anak dapatkan, yaitu dengan terkoneksinya saraf vagus dengan lidah yang menempel langit-langit atas.
Tulisan ini dibuat tanggal 22 Jumadil Akhir 1447H. Tepat ketika Hafshah berusia dua tahun secara hijriyah. Hari dimana Hafshah terakhir kali berhak nenen sekaligus menjadi hari terakhir tugas ibu menyusui.
Bagaimana rasanya? Jujur, biasa saja. Sampai aku sendiri bingung. Kok orang-orang pada nangis ya? Sedangkan aku merasa biasa saja.
Mungkin karena fase melow itu sudah terlewati beberapa hari yang lalu. Saat aku mendekap Hafshah ketika dia nenen sambil menjelaskan bahwa dia akan disapih. Aku kemudian falshback kejadian demi kejadian sejak Hafshah lahir hingga saat ini utamanya momen-momen menyusui.
Momen menyusui menjadi hal yang mengharukan ketika mengingat bahwa dulu proses awal menyusui Hafshah sangat penuh dengan perjuangan. Mulai dari puting lecet, aku yang ketakutan tiap kali dia menangis minta nenen, bolak balik ke RSIA untuk belajar perlekatan dalam kondisi puting masih sangat sakit, payudara bengkak karena ASI nya -biidznillah- deras tetapi Hafshah nenennya belum sebanyak itu, hingga aku pernah berpikir bahwa aku akan menderita selama dua tahun karena proses menyusui yang selalu sakit.
Cerita detailnya bisa dibaca di sini.
Namun ternyata ujian itu hanya sebulan di awal saja. Menginjak bulan kedua proses menyusui ini semakin nyaman hingga yang tadinya menyusui sambil duduk sampai bisa tiduran dan kemudian ketiduran bersama.
Terharu. Ternyata sudah sebanyak itu momen yang kami lewati bersama. Yang mana tentu sebagai ibu aku merasa banyak salah dan kurangnya. Entah aku yang tidak fokus pada Hafshah ketika menyusui atau aku yang masih cheating makanan yang akan berdampak ke ASI. Maafkan ibu ya Nak. Ibu belum bisa sempurna dalam menunaikan tugas ini.
Bagaimana dengan Hafshah? Hafshah sudah mengerti bahwa dia akan disapih. Dan hard truth nya adalah bahwa sepekan ini nenennya masih kencang. Mungkin dia ingin memuaskan nenen sebelum dilarang selamanya.
Bagaimana dia bisa tahu bahwa dia akan disapih? Entahlah. Kami tidak menjelaskan makna 'sapih' sebelum sepekan ini tetapi mungkin dia tahu karena orang-orang sekitar kadang mengatakan, "Hayo, bentar lagi ga nenen lagi ya."
Mungkin ada peran kesalahanku juga di sini karena ketika Hafshah mengaitkan dua tangan seperti berdoa aku sering dubbing begini, "Ya Allah, jadikanlah Hafshah ini menjadi anak yang shalihah, muslihah, shabirah, dan halimah, yang berbakti kepada kedua orang tua, yang lahap makannya, tidurnya nyenyak, pup setiap hari di bristol empat, dan bisa disapih tanggal 14 Desember 2025. Aamiin."
Silahkan hujat aku nitizen hehe. Doa itu adalah doa yang sering aku ulang untuk aku ucapkan sendiri dan kemudian aku ajarkan ke Hafshah. Aku pikir Hafshah tidak akan mengerti makna 'sapih' karena kami tidak menjelaskannya. Yang dia tahu kalau sedang mengaitkan tangan seperti itu ya berarti sedang berdoa dan dia minta aku dubbing lafal doanya.
Bagaimana dengan tidur malam? Sudah beberapa bulan ini dia bisa tidur malam tanpa nenen terlebih dahulu karena kami mengikuti saran dr. Pinan bahwa jika anak akan disapih, perlu dilatih agar anak bisa tidur sendiri. Awalnya memang susah sekali. Kalau saran dr. Pinan adalah anak dipeluk, dielus, digendong, dan itu tidak works untuk kami. Yang kami lakukan adalah motoran menjelang tidur karena dengan demikian dia akan ketiduran. Dan tentu yang motoran adalah bapaknya Hafshah.
Iya, kami tahu ini bukan cara yang terbaik tapi itulah usaha terbaik yang bisa kami lakukan saat itu. Hafshah pun kemudian berprogres dengan tidak butuh motoran dulu sebelum tidur tetapi dia tetap menangis ketika aku tidak ikut tidur di kamar yang sama dengan dia dan bapaknya. Namun, Alhamdulillah lama-lama dia mengerti dan bahkan sekarang-sekarang ini dia kalau mau tidur sudah bisa "dadah" dengan ikhlas ke aku sambil mencium tangan dan bilang "Assalamu'alaikum".
Hari-hari menjelang penyapihan, aku pun menjelaskan bahwa perintah menyusui hanya sampai dua tahun saja. Walau dia tidak bisa nenen lagi, tetapi kami akan tetap sayang kepadanya. Di antara cara yang aku lakukan untuk menunjukkan rasa sayangku adalah dengan membelikannya perosotan.
What? Perosotan segede gaban masuk ke kontrakanmu yang kecil itu?
Iya. Tentu aku tidak bermaksud memanjakan anak secara materi. Toh Hafshah tidak pernah minta dibelikan perosotan.
Bukan tanpa maksud aku membeli perosotan ini. Karena Hafshah punya kebutuhan bergerak kurang lebih 180 menit per hari, aku rasa perosotan ini akan sangat membantu kebutuhan itu. Terlebih Surabaya ini sangat panas. Hafshah butuh latihan menanjak dan tempat yang menyediakan kebutuhan itu lokasinya tidak dikelilingi pepohonan. Jika kami keluar lebih dari jam 7 pagi (karena urusan baru selesai jam segituan), selain jalanan macet, mataharinya nyentrong banget. Bermain di sana jadi tidak nyaman baik bagiku maupun bagi Hafshah. Adapun jika menunggu sore hari, sering kali hujan. Oleh karena itu, perosotan ini adalah win win solution bagi Hafshah yang butuh latihan menanjak, butuh bergerak, dan butuh lupa pada nenen.
Adapun gorunding, kami tetap melakukannya di taman yang rindang. Grounding siang-siang bolong pun tak jadi masalah karena taman yang kami kunjungi dipenuhi pepohonan. Sayangnya taman ini tidak dilengkapi perosotan yang bisa ditanjak sendiri oleh Hafshah. Taman ini hanya cocok untuk grounding tetapi belum cocok untuk latihan fisik untuk anak seusia Hafshah.
| Ini dia perosotan yang kami beli. Nongol pull up bar juga di foto itu. |
| Dan ini dia tempat nanjak yang panas tersebut |
Namun, mengangkat lidah tidak semudah itu bunda-bunda. Karena lidah adalah jaringan saraf yang sangat panjang dan terhubung sampai ke kaki, perlu ada otot leher, otot bahu, dan otot-otot yang lain yang perlu dilatih. Lidah dipengaruhi oleh postur tubuh.
Selain itu, dalam proses penyapihan ini, refleks primitif yang berkaitan perlu terintegrasi dulu. Oleh karena itu, Hafshah butuh latihan ini latihan itu untuk melatih otot, menjaga postur, dan mengintegraiskan refleks primitif.
Itulah sebab mengapa kami beli gymball. Itu juga sebab mengapa kami membeli pull up bar yang dipasang di dinding, dan tentu itu pula sebab mengapa aku membeli perosotan.
Sekali lagi, bukan mau memanjakan Hafshah secara materi, tetapi Hafshah butuh itu untuk latihan fisiknya.
Sebenarnya bisa saja tidak usah beli perosotan, gymball, atau pull up bar, tetapi jadinya ikut gymnastic club hehe. Dan kami memilih tidak ikut itu karena ada musiknya. Selain itu juga karena lebih hemat jika kami beli sendiri alatnya di rumah dan kami latih sendiri sehingga dananya bisa dialihkan untuk hal lain yang kami butuhkan.
Di balik semua kekurangan ibu dalam mengasuh dan membesarkan Hafshah, catatan ini adalah bukti bahwa ibu tetap jungkir balik belajar dan mencari informasi untuk memberikan yang terbaik untuk Hafshah.
Semoga Hafshah memaafkan kesalahan dan kekurangan ibu ya Nak. Jangan lupa berterima kasih pada bapak yang sudah mendukung segala latihan fisik yang Hafshah lakukan.
Bismillah. Kita mulai proses penyapihannya besok Insyaa Allah (klik di sini untuk ceritanya).
Selesai ditulis menjelang tidur malam
22 Jumadil Akhir 1447H

Comments
Post a Comment